MANTUQ DAN MAFHUM
A. Pembagian Mantuq dan
Mafhum
1. Pembagian Mantuq
1). Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan
tidak mungkin dita’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT:
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari”. (QS. Al-Maidah: 89)
2). Zhahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukan suatu makna,bukan
yang dimaksud dan menghendaki kepada penta’wilan. Seperti firman Allah SWT.:
“ Dan tetap kekal wajahTuhanmu”. (QS.
Ar-rahman: 27)
Wajah dalam ayat diartikan dengan zat, karena mustahil
bagi tuhan mempunyai wajah.
2. Pembagian Mafhum
1). Mafhum muwafaqah;
yaitu pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafal yang disebutkan. Mafhum
muwafaqah dapat dibedakan kepada:
a. Fahwal khitab, yaitu dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada di
ucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumannya, firman Allah yang artinya: “Jangan kamu
katakan kata-kata yang keji kepada dua orang ibu bapakmu.” Sedangkan kata-kata
keji saja tidak boleh (dilarang) apalagi memukulnya.
b. Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan, seperti firman Allah
SWT.:
“ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya
dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS.An-nisa: 10)
2). Mafhum
mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda dari pada ucapan, baik
dalam istimbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakan). Oleh sebab
itu hal yang dipahami selalu dibalikannya dari pada bunyi lafal yang diucapkan.
Seperti firman Allah SWT:
“Apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli”. (QS. Al-jumu’ah: 9)
Dipahami dari ayat ini bahwa boleh jual beli dihari
jum’at sebelum azan si Mu’azin dan
sesudah mengerjakan shalat. Mafhum Mukhalafah ini, dinamakan juga dalil khitab.
C. Syarat-Syarat Mafhum Mukhalafah
Syarat-syarat mafhum
mukhalafah, ialah seperti dikemukakan oleh A. Hanafie dalam bukunya Ushul
Fiqih, sebagai berikut:
Untuk syahnya Mafhum
Mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1) Mahfhum Mukhalafah tidak berlawanan dengan
dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafakah.
Contoh yang berlawanan
dengan dalil mantuq:
“Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”. (QS. Al-isra’: 31)
Mafhumnya, kalau bukan
karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum muhalafah ini berlawanan dengan
mantuq, ialah:
“Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar”. (QS. Al-isra’: 33)
Contoh yang berlawanan
dengan mafhum muwafaqah:
“Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka”. (QS. Al-Isra’: 23)
Yang disebut hanya
kata-kata kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini
berlawanan dengan dalil mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukul.
2).Yang disebutkan
(mantuq) bukan suatu hal yang bisanya terjadi.
Contoh:
“Anak-anak isterimu yang
dalam pemeliharaanmu”.(QS. An-Nisa: 27)
Dan perkataan “yang ada
dalm pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam
pemeliharaan boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang bisanya
anak tiri dipelihara ayah tirikarena mengikuti ibunya.
3).Yang disebutkan (mantuq), bukan dimaksudkan untuk
menguatkan sesuatu keadaan.
Contoh:
“Orang Islam ialah orang yang
tidak mengganggu orang-orang Islam lainya, baik dengan lisan ataupun dengan
tangannya” (hadis).
Dengan perkataan
“orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan
Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah
pentingnya hidup rukun dan damai diantara orang-orang Islam sendiri.
4).Yang disebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak
mengikuti kepada yang lain
Contoh:
“Janganlah kamu campuri mereka
itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid”. (QS. Al-Baqarah: 187).
Tidak dapat dipahamkan
kalau tidak beriktikaf di mesjid, boleh dicampuri.
D. Macam-macam Mafhum Mukhalafah
1)
Mafhum shifat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu
sifatnya, seperti firman Allah SWT:
“Maka hendaklah ia
memerdekakan seorang budak (hamba sahaya) yang beriman”. (QS. An-Nisa: 92)
2)
Mafhum ‘illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut
illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukan.
3)
Mafhum ‘adad, yaitu menghubungkan hukum sesuatu,kepada bilangan yang
tertentu. Firman Allah:
“Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik berbuat curang (zina).
Kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera.” (QS. An-Nur: 4)
4)
Mafhum ghayah, yaitu lafal yang menunjukan hukum sampai kepada ghayah
(batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah ini adakalanya dengan “ilaa” dan dengan “hatta”.
Seperti firman Allah SWT.:
“Apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku”. (QS. Al-Maidah: 6)
Firman Allah SWT:
“Dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci”. (QS. Al-Baqarah: 122)
5)
Mafhum Had, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu “adad” di
antara adat-adatnya, seperti firman Allah SWT,:
Katakanlah:
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua
itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”. (QS.
Al-An’am:145)
6). Mafhum laqaab, yaitu yang menggantungkan
hukum kepada isim alam dan isim fa’il.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar