Rabu, 05 Juni 2013

MANTUQ DAN MAFHUM

MANTUQ DAN MAFHUM
A.   Pembagian Mantuq dan Mafhum
1.   Pembagian Mantuq
1).  Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin dita’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT:
 “Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari”. (QS. Al-Maidah: 89)
2).   Zhahir, yaitu suatu perkataan yang menunjukan suatu makna,bukan yang dimaksud dan menghendaki kepada penta’wilan. Seperti firman Allah SWT.:
 “ Dan tetap kekal wajahTuhanmu”. (QS. Ar-rahman: 27)
Wajah dalam ayat diartikan dengan zat, karena mustahil bagi tuhan mempunyai wajah.
2.   Pembagian Mafhum
Mafhum juga dapat dibagikan kepada 2 bagian:[1][2]
1). Mafhum muwafaqah; yaitu pengertian yang dipahami sesuatu menurut ucapan lafal yang disebutkan. Mafhum muwafaqah dapat dibedakan kepada:
a.   Fahwal khitab, yaitu dipahamkan lebih utama hukumnya dari pada di ucapkan. Seperti memukul orang tua lebih tidak boleh hukumannya,  firman Allah yang artinya: “Jangan kamu katakan kata-kata yang keji kepada dua orang ibu bapakmu.” Sedangkan kata-kata keji saja tidak boleh (dilarang) apalagi memukulnya.

b.   Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan, seperti firman Allah SWT.:
 “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS.An-nisa: 10)
2).   Mafhum mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda dari pada ucapan, baik dalam istimbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakan). Oleh sebab itu hal yang dipahami selalu dibalikannya dari pada bunyi lafal yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT:
 “Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”. (QS. Al-jumu’ah: 9)
Dipahami dari ayat ini bahwa boleh jual beli dihari jum’at  sebelum azan si Mu’azin dan sesudah mengerjakan shalat. Mafhum Mukhalafah ini, dinamakan juga dalil khitab.
C.  Syarat-Syarat Mafhum Mukhalafah
Syarat-syarat mafhum mukhalafah, ialah seperti dikemukakan oleh A. Hanafie dalam bukunya Ushul Fiqih, sebagai berikut:
Untuk syahnya Mafhum Mukhalafah, diperlukan empat syarat:
1)     Mahfhum Mukhalafah tidak berlawanan dengan dalil yang lebih kuat, baik dalil mantuq maupun mafhum muwafakah.
Contoh yang berlawanan dengan dalil mantuq:
 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (QS. Al-isra’: 31)
Mafhumnya, kalau bukan karena takut kemiskinan dibunuh, tetapi mafhum muhalafah ini berlawanan dengan mantuq, ialah:
 “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”. (QS. Al-isra’: 33)
Contoh yang berlawanan dengan mafhum muwafaqah:
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka”. (QS. Al-Isra’: 23)
Yang disebut hanya kata-kata kasar mafhum mukhalafahnya boleh memukuli. Tetapi mafhum ini berlawanan dengan dalil mafhum muwafaqahnya, yaitu tidak boleh memukul.
2).Yang disebutkan (mantuq) bukan suatu hal yang bisanya terjadi.
Contoh:
“Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu”.(QS. An-Nisa: 27)

Dan perkataan “yang ada dalm pemeliharaanmu” tidak boleh dipahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaan boleh dikawini. Perkataan itu disebutkan, sebab memang bisanya anak tiri dipelihara ayah tirikarena mengikuti ibunya.

3).Yang disebutkan (mantuq), bukan dimaksudkan untuk menguatkan sesuatu keadaan.
Contoh:
 “Orang Islam ialah orang yang tidak mengganggu orang-orang Islam lainya, baik dengan lisan ataupun dengan tangannya” (hadis).
Dengan perkataan “orang-orang Islam (Muslimin) tidak dipahamkan bahwa orang-orang yang bukan Islam boleh diganggu. Sebab dengan perkataan tersebut dimaksudkan, alangkah pentingnya hidup rukun dan damai diantara orang-orang Islam sendiri.

4).Yang disebutkan (mantuq) harus berdiri sendiri, tidak mengikuti kepada yang lain
Contoh:
 “Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid”. (QS. Al-Baqarah: 187).
Tidak dapat dipahamkan kalau tidak beriktikaf di mesjid, boleh dicampuri.

D.  Macam-macam Mafhum Mukhalafah
1)  Mafhum shifat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada syah satu sifatnya, seperti firman Allah SWT:
“Maka hendaklah ia memerdekakan seorang budak (hamba sahaya) yang beriman”. (QS. An-Nisa: 92)
2)  Mafhum ‘illat, yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukan.
3)  Mafhum ‘adad, yaitu menghubungkan hukum sesuatu,kepada bilangan yang tertentu. Firman Allah:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik berbuat curang (zina). Kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.” (QS. An-Nur: 4)
4)  Mafhum ghayah, yaitu lafal yang menunjukan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafal ghayah ini adakalanya dengan “ilaa”  dan dengan “hatta”.
Seperti firman Allah SWT.:
“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku”. (QS. Al-Maidah: 6)
Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci”. (QS. Al-Baqarah: 122)

5)  Mafhum Had, yaitu menentukan hukum dengan disebutkan suatu “adad” di antara adat-adatnya, seperti firman Allah SWT,:
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah”. (QS. Al-An’am:145)
6). Mafhum laqaab, yaitu yang menggantungkan hukum kepada isim alam dan isim fa’il.



[1][2] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar