BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran
merupakan kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran merupakan pegangan hidup umat manusia, karena Al-Quran mengandung
segala sumber hukum, ilmu penetahuan, serta berisi tentang tata cara kehidupan
kita dalam keseharian.
Dalam
kesempatan ini kami sebagai pemakalah
akan mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan tentang masalah
ibadah dan dua hal yang berlawanan tetapi satu sama lain diantara keduanya
tidak dapat dipisahkan yaitu masalah kebaikan dan kejahatan, diantaranya adalah
surah al-an’am ayat 160 dan 22, an-Nisa ayat 79, Hud ayat 114 serta surah
al-Hijr ayat 39-40, al-baqarah ayat 21, al a’raf ayat 172.
A.
Latar Belakang Masalah
Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap
ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap
kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak
mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa ? keduanya
berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep
ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa
“Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.”
(Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan: “IBADAH adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang
tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).
Secara umum ibadah seperti
yang kita ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan
melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita
anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat
diremehkan begitu saja.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian ibadah dan
hakekatnya?
2.
Jelaskan surah yang mengabdi kepada
allah sebagai fitrah allah?
3.
Sebutkan pokok-pokok ibadah kepada
allah?
4.
Sebutkan dan jelaskan surah kebaikan
dan kejahatan dalam konsep al-quur’an?
5.
Jelaskan penafsiran dari
masing-masing surah tersebut?
C.
Tujuan Pembahasan
Sebagaiman
diketahui, pembahasan dalam makalah ini adalah membahas tentang kebaikan dan sesuai dengan pembahasannya,
dapat membedakan perbuatan kebaikan dan kejahatan, maka bagi yang mengajak
kepada kebaikan ia akan mendapatkan sesuatu efek yang positif dari perbuatan
yang dilakukannya, Begitu juga dengan kejahatan sesuai dengan pengertian dosa,
maka setiap kejahatan yang disebarkan, pelakunya akan mendapatkan dampak
negative juga atas tindakannnya, semakin banyak orang yang melakukan kebaikan
semakin banyak pula hal positif yang akan didapatkan baik untuk dunia maupun
akhirat, begitu juga halnya dengan kejahatan.
BAB II
TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG IBADAH,
KEBAIKAN, DAN KEJAHATAN
A.
PENGERTIAN IBADAH DAN HAKIKATNYA
Ibadah adalah suatu bentuk kepatuhan dan
ketundukan yang berpuncak kepada sesuatu yang diyakini menguasai jiwa raga
seseorang dengan penguasaan yang arti dan hakikatnya tidak terjangkau.[1]
Ada 3 hal yang menandai keberhasilan seseorang
mencapai hakikat ibadah:
1. Si pengabdi tidak menganggap apa
yang berada dalam genggaman tangannya sebagai milik pribadinya, tetapi milik
siapa yang kepada-Nya dia mengabdi
2.
Segala
aktivitasnya hanya berkisar pada apa yang diperintahkan oleh siapa yang
kepada-Nya ia mengabdi dan menghindar dari apa yang dilarang-Nya.
3.
Tidak
memastikan sesuatu untuk dia laksanakan atau hindari kecuali dengan
mengaitkannya dengan kehendak siapa yang kepada-Nya ia mengabdi.[2]
Hal ini terdapat dalam :
1.
QS. Al-Baqarah : 21
Ayat
yang dimaksud yaitu:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
21. wahai
manusia! Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan
orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu terpelihara.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ “Wahai manusia!” (pangkal ayat 21).
Kata
seruan kepada warga mekkah dan seluruh manusia yang telah dapat berfikir – اعْبُدُوا “sembahlah olehmu” dengan
bertauhid atau mengesakan - رَبَّكُمُ الَّذِي
“ Tuhanmu yang telah menciptakan kamu.” –Dari yang tidak
ada, kamu telah diadakan dan hidup di atas bumi. – وَا “Dan”diciptakan-Nya
pula- قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa “.
Artinya datang kedunia mendapat sawah
dan ladang, rumah tangga dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang
datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dicecang dan dilatih oleh orang tua.
Maka orang tua yang telah meninggalkan pusaka itupun Allah jualah yang
menciptakan mereka. Disuruh mengingatkan itu- “Supaya kamu terpelihara”. (ujung ayat 21).
Disuruh
kamu mengingat itu untuk insaf akan kedudukanmu dalam bumi ini. Dengan
mengingat diri dan mengingat kejadian nenek moyang bersambung ingatan yang
sekarang dengan zaman lampau, supaya kelak diwariskan lagi pada anak cucu,
yaitu supaya selalu terpelihara atau dan memelihara diri dan kemanusiaan,
jangan jatuh martabat jadi bintang, yaitu dengan jalan beribadat, berbakti dan
menyembah kepada Tuhan, mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkanNya.[3]
Tetapi
ingat, ibadah yang dilakukan itu bukkkanlah untuk kepentingan-Nya, tetapi untuk
kepentingan sang pengabdi, yakni agar ia bertakwa serta terhindar dari siksa
dan sanksi Allah di dunia dan di akhirat.
B.
MENGABDI KEPADA ALLAH
SEBAGAI FITRAH MANUSIA
Dijelaskan dalam surah:
1.
QS. Al-A’raf : 172
Ayat
yang dimaksud yaitu:
وَإِذْ
أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
172.Dan ingatlah ketika Tuhanmuu mengeluarkan dari sulbi
anak cucu Adam keturunan mereka dan allah menggambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab , “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada
hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah
terhadap ini,”
Dalam ayat
ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan
dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun temurun, yakni Allah
menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah menyuruh roh mereka untuk
menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan keesaan-Nya,
keajaiban proses penciptaan dari setetes air mani hingga menjadi manusia
bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra dengan urat nadi dan system
urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Berkata Allah kepada roh manusia
“bukankah aku ini Tuhanmu?” Maka menjawablah roh manusia , (Benar Engkaulah
Tuhan kami), kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi
manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tiada
Tuhan lain yang patut disembah kecuali dia.[4]
Ayat di atas menjelaskan dua sebab
mengapa persaksian tersebut diambil Allah. Yang pertama adalah agar manusia di
hari kiamat nanti tidak berkata: “sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini.” Yakni kalu kami tidak melakukan hal tersebut, mereka akan
berkata:”Kami tidak tahu atau kami lengah karena tidak ada petunjuk yang kami
peroleh menyangkut wujud dan keesaan Allah. Tidak wajar orang yang tidak tahu
atau lengah dimintai pertanggung jawaban.” Allah mengambil dari mereka
kesaksian dalam arti memberikan kepada setiap insan potensi dan kemampuan untuk
menyaksikan keesaan Allah bahkan menciptakan mereka dalam keadaan memiliki
fitrah kesucian dan pengakuan akan keesaan itu.[5]
2.
QS. Ar-Ruum : 30
Ayat
yang dimaksud yaitu:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
30.“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah). (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak ada yang mengetahui.”
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا
“Maka tegakanlah atau arahkanlah wajahmu
kepada agama dalam keadaan lurus”, maksud dari tegakkanlah wajahmu yaitu
berjalanlah tetap diatas jalan agama yang telah disyariatkan oleh Allah untuk
mu, Agama disebut dengan agama hanif, yang artinya sama dengan al-Mustaqim
yaitu LURUS. Dan berpalinglah kamu dari kesesatan untuk menuju kepada agama
yang lurus.[6]
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“Tetaplah kalian semua pada fitrah yang telah
diciptakan oleh Allah dalam diri manusia menurut fitrah itu”karena
sesungguhnya dia telah menjadikan fitrah dalam diri manusia yang cenderung
kepada ajaran tauhid dan meyakinkannya. Dimana kata fitrah yang diambil dari
kata fathara yang artinya mencipta, kemudian pakar menambahkan fitrah itu
adalah menciptakan sesuatu pertama kali tanpa ada contoh sebelumnya dalam arti asal kejadian/ bawaan sejak lahir.[7]
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ
“Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah” maksudnya ini seolah-olah dikatakan janganlah kalian
mengganti agama allah dengan kemusrikan dan bahwa akal manusia itu seakan-akan
lembaran yang putih bersih dan siap untuk menerima tulisan yang akan dituangkan
diatasnya dan ia seperti lahan yang dapat menerima semua apa yang akan ditanam
kepadanya, jiwa manusia itu dating kepadanya berbagai macam agama dan
pengetahuan lalu ia menyerapnya, akan tetapi hal-hal yang baiklah yang paling
banyak diserapnya dan jiwa manusia itu tidak akan mengganti fitrah yang baik
ini dengan pendapat-pendapat yang rusak melainkan dengan adanya seorang guru
yang mengajarinya.[8]
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Aku perintahkan kepada kalian yaitu
ajaran tauhid, ia adalah agama yang hak, tiada kebengkokan tiada pula
penyimpangan didalamnya, maksudnya agama ini mengandung makna kekokohan dan
kemantapan agama islam serta kebersihan dan kesuciannya dari segala macam
kesalahan dan kebatilan, ia juga adalah agama yang terpelihara di sisi Allah
swt sehingga agama ini akan lenggang selama-lamanya.
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Akan tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui, karena mereka tidak mau menggunakan akalnya guna memikirkan
bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan kepada ketauhidan. Sebagaimana
contohnya dalam memahami larangan Allah dalam mengubah fitrah keagamaan
manusia.[9]
C.
POKOK-POKOK IBADAH KEPADA ALLAH
Ibadah itu dapat terbagi dua yaitu:
1. Ibadah Maghdho
Ibadah maghdho adalah ibadah yang
sudah ada ketentuannya,
Contohnya:
Shalat, puasa, dan zakat.
2. Ibadah ghairuh maghdo
Ibadah ghairuh maghdo ialah ibadah yang belum ada
ketentuanya,
Contohnya:
Sedekah, makan, tidur, senyum, silaturahmi, bertetangga,
bergaul, bersosialisasi.
Hal ini juga terdapat dalam surah ar-ruum dalam ayat:
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Aku perintahkan kepada kalian yaitu
ajaran tauhid, ia adalah agama yang hak, tiada kebengkokan tiada pula
penyimpangan didalamnya, maksudnya agama ini mengandung makna kekokohan dan
kemantapan agama islam serta kebersihan dan kesuciannya dari segala macam kesalahan
dan kebatilan, ia juga adalah agama yang terpelihara di sisi Allah swt sehingga
agama ini akan lenggang selama-lamanya.
Allah memerintahkan kita untuk
selalu beribadah kepada allah yaitu dengan ajaran tauhid. Selain itu
pokok-pokok ibadah yang harus kita lakukan adalah seperti ibadah yang
dijelaskan tersebut.
D.
KEBAIKAN DAN KEJAHATAN DALAM KONSEP
AL-QUR’AN
Dijelaskan dalam surah:
1.
QS. Al-An’am : 160
Pada
suatu waktu Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barang siapa berpuasa tiga hari
pada tanggal purnama di setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun
penuh”. Pada suatu ketika yang lain rasulullah SAW juga pernah
bersabda: “Shalat Jum’at sampai dengan Jum’at berikutnya adalah merupakan
tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya”.
Sehubungan
dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-An’am sebagai
dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR. Ahmad,
Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari Muhammad
bin Isma’il dari ayahnya dari Dhamdham bin Zar’ah dari Syuraih bin Ubaid dari
abi Malik al-Asy’ari).
Ayat
yang dimaksud yaitu :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ
فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا
مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ(160)
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya
(pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan
jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
Ayat
ini menjelaskan bahwa pembalasan Allah SWT. sungguh adil, yakni barang siapa
diantara manusia yang datang membawa amal yang baik, yakni berdasar iman yang
benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni
sepuluh kali lipat amalnya sebagai karunia dari Allah SWT; dan barang siapa
yang membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, itu pun jikalau allah menjatuhkan sanksi atasnya,
tetapi tidak sedikit keburukan hamba yang dimaafkannya. Kalau allah menjatuhkan
sanksi, maka itu sangat adil, dan dengan demikian mereka yakni yang melakukan
kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan memperoleh
hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka bukan saja
mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil, tetapi
mereka mendapat anugerah dari Allah SWT.
Ayat
ini memerintahkan kita supaya memperbanyak berbuat baik. Artinya ialah barang
siapa yang datang kepada Allah di hari kiamat dengan sifat-sifat yang baik,
maka ia akan mendapat ganjaran atau pahala dari Allah SWT.
Dan
barang siapa yang nantinya menghadap Allah dengan sifat-sifat jahat yang telah
tertanam dalam dirinya, maka ganjaran siksaan yang akan diterimnya adalah
setimpal dengan kejahatannya. Artinya suatu kejahatan tidaklah akan dibalas
dengan sepuluh kali ganda siksaan. Maka ayat ini memberikan kejelasan benar
bagi kita bahwasanya sifat Rohman dan Rohim Allah lebih berpokok dari sifat
murkanya Allah SWT.
Di
dalam hadist Nabi Muhammad, banyak
dijumpai tentang balasan amal baik dan amal jahat bahkan diterangkan pahala
bagi orang yang belum mengerjakan sesuatu perbuatan baik tapi hanya sekedar
niat atau ketetapan hati untuk meluluhkanya.[10]
2.
QS. An-Nisa : 79
Orang-orang
munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam berkeluarga
baik dari sisi sanak, kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan, maka
mereka mengatakan bahwa semua itu datang dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau
mereka mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun dalam keluarga selalu
menyalah-nyalahkan Rasulullah SAW. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah.
Hal
itu mereka lakukan karena dalam lahiriyahnya mereka cinta dan tunduk kepada
Rasulullah SAW. Tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa
Rasulullah SAW. Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan ke-79
dari surah an-Nisa sebagai ketegasan, bahwa semua itu datang dari Allah.
Musibah datang bukan karena mengikuti ajaran Muhammad, dan bukan pula Muhammad
penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah SWT, dimaksudkan sebagai ujian bagi
mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi).
Surah
an-Nisa ayat 79 yaitu :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ
اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا(79)
79. Apa saja nikmat yang
kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Ayat
ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat.
Hukum-hukum alam dan kemasyrakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak baik
dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah
melalaui hukum-hukum tersebut, manusia diberi kemampuan memilah dan memilih,
dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui
perintah dan larangan-Nya menghendaki, bahkan menganjurkan kepada manusia agar
meraih kebaikan dan nikmat-Nya, karena itu ditegaskan-Nya bahwa, apa
saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad dan semua
manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan
anugerah-Nya, dan apa saja bencana yang menimpamu, engkau
wahai Muhammad dan siapa saja selain kamu, maka bencana itu dari
kesalahan dirimu sendiri, karena Kami mengutusmu tidak lain hanya
menjadi Rasul untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan Allah kepada segenap
manusia, kapan dan di mana pun mereka berada. Kami mengutusmu hanya menjadi
Rasul, bukan seorang yang dapat menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga
bukan karena terjadinya bencana atau keburukan pada masamu kemudian dijadikan
bukti bahwa engkau bukan Rasul. Kalaulah mereka menduga demikian, biarkan
saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas kebenaranmu.
Ayat
diatas secara redaksional ditujukan kepada Rasulullah saw., tetapi kandungannya
terutama ditujukan kepada mereka yang menyatakan bahwa keburukan bersumber dari
Nabi atau karenakesialan yang menyertai beliau. Pengarahan redaksi ayat ini
kepada Nabi membuktikan bahwa kalau beliau yang sedemikian dekat dengan
kedudukannya di sisi Allah serta sedemikian kuat ketakwaannya kepada Allah
tetap tidak dapat luput dari sunnatullah dan takdir-Nya, maka tentu lebih-lebih
yang lain. Allah tidak membedakan seseorang dari yang lain dalaqm hal
sunnatullah ini.[11]
Setiap
kebaikan yang diperoleh oleh orang mukmin, sesungguhnya berasal dari karunia
dan kemurahan Allah, di ayat ini ada dua hal yang perlu diketahui :
Ø Bahwa segala sesuatu yang berasal
dari sisi Allah, dalam arti bahwa Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan
menggariskan aturan-aturan.
Ø
Manusia
terjerumus kedalam keburukan tidak lain disebabkan dia lalai untuk mengetahui
sunnah-sunnah. Sesuatu dikatakan buruk, sebenarnya disebabkan oleh tindakan
manusia itu sendiri.
Berdasarkan
pandangan ini, maka kebaikan berasal dari karunia Allah secara mutlak, dan
keburukan berasal dari diri manusia sendiri secara mutlak. Masing-masing dari
dua kemutlakan ini mempunyai posisi pembicaraan tersendiri. Telah banyak dasar
yang menyatakan bahwa ketaatan kepada Allah merupakan salah satu sebab
mendapatkan nikmat, dan bahwa kedurhakaaan kepadanya merupakan salah satu jalan
yang mendatangkan kesengsaraan. Ketaatan kepadanya adalah mengikuti
sunnah-sunnah-Nya dan menggunakan jalan-jalan yang telah diberi-Nya pada tempat
mestinya.
“Kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia”. Kewajiban Rasul hanyalah
menyampaikan ajaran Allah. Dia tidak mempunyai urusan dan campur dalam perkara
kebaikan dan keburukan yang menimpa manusia, karena beliau diutus menyampaikan
ajaran menyampaikan hidayah.
“Dan
cukuplah Allah menjadi saksi”. Sesungguhya rasul diutus kepada seluruh umat
manusia hanya sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, bukan sebagai orang
yang berkuasa atau untuk mengubah dan mengganti aturan-aturan yang sudah ditetapkan
oleh Allah SWT.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Q.S al-An’am ayat 160
Pada
ayat ini dapat disimpulkan bahwa Allah benar-benar maha adil, dimana Allah akan
selalu memberikan karunia-Nya kepada umatnya yang beribadah dengan dasar keimanan
dan ketulusan hati dengan memberikan ganjaran pahala sepuluh kali lipat dari
amal saleh yang telah dikerjakan, serta hanya memberikan ganjaran yang sesuai
dengan maksiat yang dikerjakan manusia.
2. QS. an-Nisa ayat 79
Pada
ayat ini Allah menegaskan bahwa segala sesuatu kebaikan yang menimpa umat
manusia adalah secara mutlak dating dari Allah dan segala sesuatu yang buruk
yang menimpa manusia semata-mata karena perbuatan manusia itu sendiri.
3. QS. Al-Baqarah : 21
Pada ayat ini disuruh kamu mengingat itu
untuk insaf akan kedudukanmu dalam bumi ini. Dengan mengingat diri dan
mengingat kejadian nenek moyang bersambung ingatan yang sekarang dengan zaman
lampau, supaya kelak diwariskan lagi pada anak cucu, yaitu supaya selalu
terpelihara atau dan memelihara diri dan kemanusiaan, jangan jatuh martabat
jadi bintang, yaitu dengan jalan beribadat, berbakti dan menyembah kepada
Tuhan, mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan-Nya
4. QS. Ar-Ruum : 30
Pada ayat ini Allah perintahkan kepada kita yaitu ajaran tauhid,
ia adalah agama yang hak, tiada kebengkokan tiada pula penyimpangan didalamnya,
maksudnya agama ini mengandung makna kekokohan dan kemantapan agama islam serta
kebersihan dan kesuciannya dari segala macam kesalahan dan kebatilan, ia juga
adalah agama yang terpelihara di sisi Allah swt sehingga agama ini akan
lenggang selama-lamanya.
5. QS. Al-A’raf : 172
Dalam
ayat ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia
dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun temurun, yakni Allah
menciptakan manusia atas dasar fitrah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
yusuf ali, Qur’an dan terjemahan
tafsirnya(juz I s/d XV, Jakarta: Pustaka firdaus,1993,hlm 201-393
Ahamad
mushthafa almaraghi, terjemah tafsir
Al-Maraghi 21, Semarang: CV.Toha Putra Semarang, 1992,hlm.80-84
Ahamad
mushthafa almaraghi, terjemah tafsir
Al-Maraghi 5, Semarang: CV.Toha Putra Semarang, 1992,hlm.153
Ahamad
mushthafa almaraghi, terjemah tafsir
Al-Maraghi 8, Semarang: CV.Toha Putra Semarang, 1992,hlm.149
Hamka,
Prof , DR , Tafsir Al-Azhar,juzu’ 1-2-3,
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, hlm 146-148
Hamka,
Prof , DR , Tafsir Al-Azhar,juzu’
21-22-32, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988, hlm 76-81
Imam
Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin
berikut asbabun nuzul jilid 1,bandung: sinar baru al-gensindo,2004,hlm.11
Kementrian
agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz 7,8,9, Jakarta: Lentera
Abadi, 2010,hlm.141
M.Quraish
Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-1,Jakarta:
Lentera hati, 2002,hlm.144-148
M.Quraish
Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Volume-4,Jakarta:
Lentera hati, 2002,hlm.366-372
[1]
M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan
keserasian al-Quran, Volume-1 (Jakarta:
Lentera hati, 2002) h.145
[2]
ibid
[3]Imam
Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, tafsir jalaludin
berikut asbabun nuzul jilid 1,(bandung:
sinar baru al-gensindo,2004)h.11
[4]
Kementrian agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III juz
7,8,9, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) h.520
[5]
M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan
keserasian al-Quran, Volume-4 (Jakarta:
Lentera hati, 2002) h.370-371
[6]
Hamka, Prof , DR , Tafsir
Al-Azhar,juzu’ 21-22-32, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988) h.77
[7]M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan
keserasian al-Quran, Volume-4,(Jakarta:
Lentera hati, 2002)h.53
[8]Ahamad
mushthafa almaraghi, terjemah tafsir
Al-Maraghi 21,terj Bahrun Abu Bakar.LC (Semarang: CV.Toha Putra Semarang,
1992)h.84
[9]
M.Quraish Shihab, Tafsir Almisbah pesan,kesan,dan
keserasian al-Quran, Volume-4,(Jakarta:
Lentera hati, 2002)h.59
[10] Kementrian agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya jilid III
juz 7,8,9, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010) h.141
[11] Abdullah yusuf ali, Qur’an dan terjemahan tafsirnya(juz I s/d
XV, (Jakarta: Pustaka firdaus,1993)h. 201-393
Tidak ada komentar:
Posting Komentar